Saturday, July 5, 2025

Waroeng Kangen Djadoel: Kuliner Pedesaan Bernuansa Tradisional di Jantung Lamongan.

 

Lamongan, 5 Juli 2025. Imparsial News – Di tengah pesatnya perkembangan warung modern, Dusun Mantub, Desa Mantub, menghadirkan sebuah destinasi kuliner unik yang memadukan suasana pedesaan dengan sentuhan kemewahan melalui Waroeng Kangen Djadoel. Berbeda dari warung pada umumnya, Kangen Djadoel menawarkan pengalaman bersantap di gubuk-gubuk tradisional yang nyaman, memungkinkan setiap pengunjung menikmati nuansa desa yang asri namun tetap elegan.

Menu yang disajikan pun sangat ramah di kantong, menghadirkan berbagai hidangan khas Jawa seperti rawon blonceng, lodeh tewel, jangan asem, hingga aneka lauk dan jajanan tradisional, dengan harga mulai dari Rp3.000 hingga Rp25.000. Konsep “makan nasi sayur sepuasnya di tempat” menjadi daya tarik tersendiri, membuat pengunjung dapat menikmati hidangan tanpa khawatir soal harga.

                                             Owner Waroeng Kangen Djadoel ( Mas Ardha )

Saat dikonfirmasi oleh awak media, Owner Waroeng Kangen Djadoel, Mas Ardha, menjelaskan bahwa konsep waroeng ini menekankan suasana pedesaan dengan sentuhan kemewahan. Konsep tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman berbeda bagi pengunjung, terutama mereka yang berasal dari perkotaan dan mencari tempat unik serta instagramable untuk diabadikan dan dibagikan di media sosial.

“Mengunjungi kafe bernuansa pedesaan memberikan pengalaman berbeda, baik dari segi suasana, menu, maupun interaksi sosial. Banyak pengunjung kota yang mencari pengalaman baru di tempat yang unik dan instagramable untuk diabadikan dan dibagikan di media sosial,” tutur Mas Ardha.

Kangen Djadoel bukan sekadar tempat makan, melainkan juga ruang untuk melepas penat, berbagi cerita, dan menciptakan kenangan di tengah suasana desa yang menenangkan. Dengan konsep yang unik dan harga yang merakyat, Kangen Djadoel siap menjadi destinasi favorit baru di Lamongan bagi siapa saja yang ingin merasakan sensasi pedesaan dalam balutan kenyamanan dan kekinian.

Redaksi: Makruf
Editor: Amanda

Sengketa Nama Organisasi, JAWAPES Tegaskan Legalitas Berdasarkan Putusan Hukum.

 

Pasuruan, 5 Juli 2025. Imparsial News – Jaringan Warga Peduli Sosial (JAWAPES) secara tegas mengambil langkah hukum atas penyalahgunaan nama dan logo organisasi oleh oknum yang mengaku sebagai pengurus Ormas JAWAPES. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LSM JAWAPES Jawa Timur telah melaporkan kasus ini ke Polres Pasuruan melalui Surat Pengaduan Nomor 098/S.P/DPD-J.P/VII/2025 tertanggal 3 Juli 2025.

Ketua DPD LSM JAWAPES Jawa Timur, Sugeng Samiadji, menyebutkan bahwa pihaknya menemukan aktivitas ilegal yang mencatut nama dan atribut JAWAPES di Desa Pakijangan, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan.

“Kami akan menindak tegas siapa pun yang menyalahgunakan nama JAWAPES. Ini sudah masuk ranah pidana,” ujarnya, Jumat (4/7/2025).

Kepengurusan lama di bawah Ketua Umum Juni Hari telah berakhir setelah menjabat dua periode, yakni 2012–2017 dan 2017–2022. Karena terjadi kekosongan, Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB) digelar pada 11 Juli 2024 dan secara aklamasi menetapkan H. Edy Rudyanto, S.H., M.H., CLA, CPLA, CPM, CPArb sebagai Ketua Umum.

Kepengurusan baru tersebut disahkan melalui Akta Notaris Rizky Ayu Nataria El Chidtian, S.H., M.Kn. Nomor 15 tanggal 22 Mei 2025 dan Surat Keputusan Kemenkumham RI Nomor AHU-0000881.AH.01.08.Tahun 2025. Dengan demikian, hanya kepengurusan JAWAPES di bawah H. Edy Rudyanto dan Sekretaris Jenderal Rizal Diansyah Soesanto, S.T., CPLA yang sah secara hukum.

Ketua Umum H. Edy Rudyanto menyampaikan bahwa polemik ini cukup dihadapi dengan senyuman.

“Kami sudah memberikan masa sanggah selama enam bulan, yang juga dipublikasikan melalui lebih dari 100 media, namun tidak ada tanggapan,” jelasnya.

Sekretaris Jenderal Rizal Diansyah Soesanto mengimbau masyarakat agar tidak terjebak oleh kelompok yang mengaku-ngaku sebagai bagian dari JAWAPES.

“Sekarang semua legalitas bisa dicek secara daring. Jika tidak memiliki SK Kemenkumham, berarti ilegal,” tegas Rizal.

Wakil Ketua DPP JAWAPES, Achmad Rifai, menambahkan bahwa jika ada pihak yang masih merasa sebagai pendiri, sebaiknya datang langsung ke kantor resmi organisasi.

“Tidak perlu gembar-gembor di media dengan bahasa yang diplintir. JAWAPES memiliki legalitas dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Silakan selesaikan secara organisasi agar mendapatkan kepastian hukum yang jelas, bukan malah membangun opini,” ungkap Rifai.

Sementara itu, Abdul Kadir alias Yanto, yang mengaku sebagai bendahara Ormas JAWAPES, mengeluhkan adanya tekanan dari pihak LSM JAWAPES. Namun hingga kini, kelompoknya belum dapat menunjukkan SK Kemenkumham maupun akta notaris yang sah.

Legal Affair DPP JAWAPES, Dr. Suwito, S.H., M.H., menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi langsung ke Kemenkumham. Hasilnya, hanya ada satu nama Jaringan Warga Peduli Sosial yang terdaftar secara resmi, yakni dengan kepengurusan H. Edy Rudyanto dan Rizal Diansyah Soesanto.

Laporan ini mengacu pada UUD 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 juncto Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, KUHP Pasal 263 dan 264, Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, serta dokumen legal JAWAPES yang telah sah dan diumumkan secara terbuka.

Redaksi: Red
Editor: Amanda

Friday, July 4, 2025

Banser Lamongan Gelar Susbalan Ke-3 di Tengah Hujan Deras, Gus Syahrul Serukan Kaderisasi, Ketahanan Pangan, dan Kepatuhan terhadap Ulama.

 

Lamongan, 4 Juli 2025. Imparsial News — Di tengah guyuran hujan yang membasahi sore hari di Lamongan, semangat kaderisasi tak surut di Universitas Islam Lamongan. Sebanyak 134 peserta dari berbagai daerah—mulai dari Lamongan, Jombang, Tuban, hingga Makassar—mengikuti Susbalan (Kursus Banser Lanjutan) Ke-3 yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (PC GP) Ansor Lamongan bekerja sama dengan Satuan Koordinasi Wilayah (Satkorwil) Banser Jawa Timur.

Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari penuh, mulai 4 hingga 6 Juli 2025, dengan beragam agenda untuk memperkuat kapasitas dan militansi kader Banser sebagai benteng Nahdlatul Ulama dan penjaga keutuhan NKRI.

Acara dibuka dengan apel pembukaan yang berlangsung khidmat. Seluruh peserta dan panitia berkumpul di lapangan utama kampus. Apel diawali dengan persiapan pasukan, pengecekan barisan, serta penghormatan kepada inspektur upacara sebagai simbol kedisiplinan dan kesiapan kader Banser dalam menjalankan tugas pengabdian kepada agama dan bangsa.

Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan Pancasila dan sambutan dari sejumlah tokoh penting, di antaranya Ketua PC GP Ansor Lamongan, Ketua PC NU Lamongan, dan Ketua PW GP Ansor Jawa Timur.

Dalam sambutannya, Ketua PC NU Lamongan, Gus Syahrul, menyampaikan pesan mendalam di tengah suasana hujan yang mengguyur lokasi kegiatan:

“Alhamdulillah sore hari ini kita bisa memulai kegiatan pengkaderan Susbalan. Meskipun dalam keadaan hujan, kaderisasi ini sangat penting. Saya berpesan mengenai ketahanan pangan: kalau Lamongan ini berfokus pada air, maka ketika persoalan air terselesaikan, hal-hal lainnya termasuk ketahanan pangan akan ikut terselesaikan.”

Gus Syahrul juga menekankan pentingnya loyalitas terhadap kiai sebagai fondasi utama gerakan. Ia meyakini bahwa masa depan Nahdlatul Ulama berada di tangan kader-kader muda GP Ansor dan Banser.

“Kata kuncinya adalah manut dengan kiai. Saya yakin, masa depan NU ada di Ansor. Maka Banser harus siap menjadi garda terdepan dalam menghadapi tantangan zaman ke depan.”

Momentum ini menjadi bukti bahwa hujan bukan penghalang bagi semangat kaderisasi dan pengabdian. Para peserta Susbalan Ke-3 diharapkan mampu menjadi kader-kader tangguh, siap menjaga keutuhan NKRI, serta setia pada nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh Nahdlatul Ulama.

Redaksi: Makruf
Editor: Amanda

Tanah Beralih Nama Tanpa Jual Beli Resmi, H. Saji Ali Gugat Balik: Pengadilan Gresik Turun Sidak Lokasi di Jalan KH. Syafi’i.

 

Gresik, Imparsial News – Perseteruan panas terkait kepemilikan sebidang tanah seluas 1.390 meter persegi di Jalan KH. Syafi’i, Desa Suci, Kecamatan Manyar, Gresik, kini memasuki babak baru. Pengadilan Negeri (PN) Gresik turun langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi sebagai respons atas konflik hukum yang menyeret nama H. Saji Ali dan dua pihak pengklaim: Ketut Indarto serta seorang pembeli sah berinisial N.

Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, tanah tersebut saat ini telah bersertifikat atas nama Ketut Indarto, sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 03991. Namun, hal ini dibantah keras oleh H. Saji Ali. Ia menyatakan tidak pernah menjual tanah tersebut kepada Ketut. Menurutnya, pihak yang secara sah membeli tanah itu darinya adalah N, dengan bukti kuitansi dan kesepakatan transaksi yang terjadi sejak tahun 2008.

Pernyataan mengejutkan datang dari H. Saji Ali, yang mengaku pernah diminta menandatangani sejumlah dokumen oleh Ketut dengan alasan pengajuan pinjaman ke bank. Karena hubungan pertemanan yang telah terjalin lama, ia menandatangani tanpa curiga. Dari situlah permasalahan bermula.

“Ketut datang membawa dokumen, katanya hanya untuk keperluan pinjaman ke bank. Saya tanda tangan karena sudah saling percaya. Bahkan orang bank juga sempat datang. Tapi tak ada pencairan, justru tanah saya tiba-tiba berubah jadi atas nama dia,” ungkap H. Saji Ali dengan nada kecewa saat ditemui di lokasi sidak.

Konflik makin rumit karena Ketut kini melaporkan H. Saji Ali dan berupaya mengeksekusi tanah tersebut. Sementara itu, pihak N yang merasa memiliki hak sah berdasarkan transaksi jual beli sejak 2008, telah mengajukan gugatan perlawanan ke pengadilan. Dalam dokumen gugatan, dijelaskan bahwa N membeli tanah tersebut seharga Rp67 juta, dengan bukti lengkap dan pembayaran lunas.

Majelis hakim dari PN Gresik menyatakan bahwa sidak dilakukan untuk memastikan kondisi objek perkara serta mencocokkan data yang diajukan oleh para pihak. Proses hukum masih berlangsung, dan keabsahan tanda tangan maupun riwayat balik nama sertifikat menjadi aspek krusial dalam perkara ini.

Kasus ini mencerminkan sisi gelap persoalan pertanahan, di mana kelengahan, kepercayaan, serta dugaan manipulasi dokumen bisa berujung pada berpindahnya hak milik secara “halus namun mematikan”. Sejumlah pengamat menilai bahwa perkara ini bukan sekadar sengketa kepemilikan biasa, melainkan menjadi indikasi kuat perlunya reformasi mendasar terhadap sistem validasi dokumen pertanahan di Indonesia.

Redaksi: Riawan

Editor: Amanda

Thursday, July 3, 2025

Maraknya Tempat Spa dan Pijat Bertopeng Prostitusi di Surabaya, SAPURA Tuntut Tindakan Tegas Satpol PP atau Akan Gelar Demo Besar-Besaran.

 

Surabaya, 4 Juli 2025. Imparsial News — Praktik prostitusi berkedok spa dan pijat di Kota Surabaya semakin meresahkan. Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis esek-esek ini tumbuh pesat bak jamur di musim hujan. Sayangnya, keberadaan mereka seakan dibiarkan dan terkesan dilegalkan oleh pihak terkait.

Ketua Sahabat Pemuda Surabaya (SAPURA), Musawwi, mengungkapkan bahwa hasil investigasi timnya menemukan sejumlah tempat spa dan massage yang diduga kuat menjalankan praktik prostitusi terselubung. Beberapa di antaranya yakni Spa 129 yang berlokasi di Jalan Tidar No. 224, Spa 129 di Kupang Jaya No. 13 A1, Massage Orange, Massage DK, Massage Santika, serta sejumlah tempat massage lainnya yang berada di kawasan Darmo Park 1, Pakis, Surabaya.

"Tempat-tempat ini secara terang-terangan menawarkan layanan prostitusi berkedok spa dan pijat kepada pengunjung. Bahkan, ada yang menawarkan jasa tersebut melalui aplikasi dengan harga bervariasi mulai dari Rp150 ribu hingga Rp500 ribu," ungkap Musawwi.

Menurut SAPURA, praktik-praktik tersebut jelas merupakan bentuk prostitusi terselubung yang harus segera ditindak. Mereka juga menyayangkan lemahnya pengawasan dari pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya yang terkesan diam terhadap maraknya praktik ini.

"Padahal, beberapa tahun lalu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah berhasil membasmi praktik prostitusi di kota ini. Namun kini, fenomena itu justru kembali menjamur," tambahnya.

SAPURA secara tegas meminta Kepala Satpol PP Kota Surabaya untuk segera mengambil tindakan nyata dan tegas terhadap tempat-tempat tersebut. Jika tidak ada penindakan dalam waktu dekat, pihaknya mengancam akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran.

"Kami berkomitmen untuk membebaskan Surabaya dari praktik prostitusi terselubung demi menjaga tatanan sosial masyarakat. Jika tidak ada respon tegas, maka dalam waktu dekat kami akan turun ke jalan untuk menuntut penutupan tempat-tempat tersebut," tegas Musawwi.

SAPURA menegaskan bahwa tujuan utama mereka adalah mendukung upaya pemerintah dalam membersihkan Kota Surabaya dari praktik-praktik prostitusi yang merusak moral dan generasi muda.

Redaksi: Red

Editor: Amanda


Wednesday, July 2, 2025

Sistem PPDB SPMB Dianggap Tidak Transparan, Masyarakat Desak Evaluasi.

 

Sidoarjo, 3 Juli 2025. Kompas Jurnal — Di tengah proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui Sistem Penerimaan Masuk Bersama (SPMB) tingkat SMPN dan SMAN di Kabupaten Sidoarjo, berbagai polemik terus mencuat ke permukaan. Banyak calon siswa dan wali murid mengeluhkan sistem yang dinilai tidak transparan dan jauh dari prinsip keterbukaan informasi publik.

Sejumlah sekolah negeri favorit, seperti SMAN 3 dan SMAN 4 Sidoarjo, menjadi sorotan setelah munculnya aksi protes dan keluhan dari wali murid yang merasa kecewa dan tidak mendapatkan kejelasan atas status pendaftaran anak mereka. Di SMAN 4 Sidoarjo, aksi protes yang dilakukan para orang tua murid tidak mendapatkan tanggapan serius dari pihak sekolah. Sementara itu, di SMAN 3, penjelasan dari bagian Humas Informasi dinilai tidak efektif dan justru memperkeruh keadaan.

"Kami hanya pelaksana, semua keputusan ada di atas," demikian jawaban yang kerap diterima oleh wali murid saat meminta klarifikasi. Jawaban tersebut dinilai tidak mencerminkan semangat keterbukaan informasi publik yang seharusnya menjadi landasan utama dalam pelayanan publik di era digital dan demokratis seperti saat ini.

Peraturan perundang-undangan di Indonesia sejatinya memberikan jaminan hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara, termasuk mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Upaya konkret untuk mewujudkan akses pendidikan yang lebih merata tampaknya berbanding terbalik dengan pengaplikasian undang-undang tersebut dalam praktiknya.

Warga pun mempertanyakan ke mana peran Penjabat Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mengawal kebijakan yang menyangkut hajat hidup masyarakat, khususnya hak pendidikan anak-anak bangsa. Sejumlah narasumber menyatakan bahwa harapan besar tertuju kepada para pemangku jabatan agar turun langsung ke lapangan dan mendengar jeritan masyarakat yang merasa dipinggirkan oleh sistem yang dinilai tidak adil tersebut.

"Dalam Pancasila jelas disebutkan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi kenyataannya, banyak calon siswa yang harus tersisih karena ketidakterbukaan sistem ini," ungkap salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo maupun DPRD terkait keluhan masyarakat tersebut. Masyarakat berharap agar suara mereka tidak hanya menjadi angin lalu dan segera dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem SPMB yang kini menuai kontroversi.

Redaksi: Red
Editor: Amanda


Protes Sistem PPDB: Warga Sekitar SMAN 3 Sidoarjo Tak Lolos Jalur Domisili.

 

Sidoarjo, 2 Juli 2025. Imparsial News – Seorang wali murid mengeluhkan proses dan aturan dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMAN 3 Sidoarjo yang dinilai membingungkan dan tidak transparan, khususnya dalam jalur domisili.

Keluhan ini disampaikan langsung saat pihak wali murid mendatangi SMAN 3 Sidoarjo untuk meminta penjelasan terkait putra mereka yang tidak diterima di sekolah tersebut, meskipun lokasi rumah berada dalam satu kelurahan yang sangat berdekatan dengan sekolah.

Pihak sekolah melalui bagian Humas Informasi SPMB, Bapak Deni, memberikan penjelasan bahwa seleksi penerimaan melalui semua jalur, termasuk jalur domisili, tetap mengacu pada Nilai Akhir (NA) atau nilai gabungan prestasi calon siswa.

“Meski mendaftar melalui jalur domisili, jika dalam satu wilayah terdapat lebih dari satu pendaftar, maka yang diterima adalah yang memiliki nilai gabungan tertinggi,” jelas Deni.

Penjelasan ini justru menimbulkan kebingungan di kalangan wali murid. Mereka mempertanyakan logika sistem tersebut karena menurut pemahaman masyarakat, jalur domisili seharusnya memberikan prioritas utama berdasarkan jarak tempat tinggal ke sekolah, bukan berdasarkan nilai.

“Kalau memang tetap berpacu pada nilai, untuk apa dibedakan jalurnya? Seharusnya jalur domisili itu memberikan ruang bagi siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah, bukan malah digeser oleh nilai tinggi yang bisa saja berasal dari daerah lain,” ungkap salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.

Ia juga merasa bahwa penjelasan yang diberikan oleh pihak sekolah melalui perwakilan Humas tersebut seakan memutarbalikkan esensi dari kebijakan jalur domisili dalam SPMB.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak calon siswa yang bersangkutan masih belum mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai status penerimaannya, serta belum ada tindak lanjut resmi dari pihak sekolah terkait evaluasi sistem seleksi yang dinilai tidak berpihak kepada warga sekitar sekolah.

Situasi ini menambah deretan polemik dalam pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru tahun ini, yang masih menyisakan banyak pertanyaan dari masyarakat mengenai keadilan, transparansi, dan kejelasan kriteria seleksi pada tiap jalur.

Redaksi: Red

Editor: Amanda