Saturday, August 16, 2025

Beda dari Lain: Lamongan Rayakan HUT RI ke-80 dengan Tasyakuran Massal

  

Warga RT 1 dan Warga RT 2


LAMONGANImparsial News - Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-80 pada tahun 2025 di Kabupaten Lamongan berlangsung dengan nuansa yang berbeda. Alih-alih menggelar pesta meriah, masyarakat di sejumlah desa memilih untuk menyambut hari kemerdekaan dengan tasyakuran dan doa bersama. Kegiatan ini bukan hanya sekadar seremoni, melainkan sebuah bentuk refleksi mendalam untuk mengenang jasa para pahlawan dan memperkuat tali persaudaraan.



Khidmat dan Makna di Balik Perayaan



Di Desa Sendangrejo, Kecamatan Lamongan, misalnya, tasyakuran malam 17 Agustus 2025 menjadi momen sakral yang dihadiri oleh seluruh warga. Sutopo, Ketua RT.02 RW.01, menegaskan bahwa kemerdekaan adalah anugerah yang harus disyukuri. Ia mengajak warga untuk terus berkontribusi bagi bangsa dan negara.

“Menjadi kewajiban kita hari ini untuk meneruskan perjuangan para pahlawan dengan kontribusi terbaik kita kepada bangsa dan negara sekecil apa pun itu,” ujarnya, menekankan pentingnya peran setiap individu dalam pembangunan.


 

Suasana serupa juga terlihat di Desa Trosono, Kecamatan Sekaran, di mana acara diisi dengan Istighosah dan Tahlil yang dipimpin oleh tokoh agama setempat, Selamet. Acara yang dihadiri Kepala Desa Trosono, Sutrisno, ini menjadi ajang silaturahmi yang mempererat persatuan.



Sutrisno mengajak masyarakat untuk meneladani sikap para pahlawan yang penuh semangat, rela berkorban, dan berjuang tanpa pamrih. "Kita sebagai generasi yang tinggal menikmati alam kemerdekaan, haruslah menghargai semua perjuangan para pahlawan yang telah merelakan hidupnya untuk mengabdi pada bangsa dan negara," tuturnya.

Perayaan ini menunjukkan bahwa makna kemerdekaan di Lamongan diinterpretasikan sebagai momentum untuk memanjatkan syukur dan memperkuat kebersamaan, sejalan dengan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan para pejuang. (Sutopo/red)

Bukan Pesta, Melainkan Doa: Warga Dusun Gabus Kenang Jasa Pahlawan Lewat Tradisi Tumpengan

 


LamonganImparsial News 16 Agustus 2025 – Di tengah hiruk pikuk perayaan kemerdekaan, warga RT 2 Dusun Gabus BaratDesa WonokromoKecamatan TikungKabupaten Lamongan, memilih jalan yang berbeda untuk memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-80. Suasana khidmat dan penuh makna menyelimuti pertigaan dusun, di mana ratusan warga berkumpul untuk merayakan kemerdekaan melalui tradisi yang mengakar: tumpengan dan doa bersama.

Dengan mengusung tema "tradisi dan nilai-nilai kebangsaan," acara ini bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah refleksi mendalam atas 80 tahun perjalanan bangsa. Tumpeng, dengan filosofi dan maknanya yang kaya, menjadi simbol rasa syukur yang dihaturkan atas kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan pengorbanan besar.



Fokus utama peringatan ini adalah "kirim do'a" untuk para pahlawan yang telah gugur. Momen ini memperkuat ikatan spiritual dengan sejarah, mengingatkan setiap warga akan utang budi kepada mereka yang rela berkorban demi kemerdekaan. Dalam kebersamaan, rasa nasionalisme bukan hanya sekadar slogan, melainkan sebuah pengalaman yang dirasakan dari hati ke hati, dari generasi ke generasi.

Seorang tokoh agama setempat, dalam sambutannya, menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada generasi muda melalui tradisi. 

"Melalui tradisi ini, kami ingin mengajak seluruh warga, khususnya generasi penerus, untuk tidak melupakan sejarah dan jasa-jasa para pahlawan. Mari kita terus jaga semangat kemerdekaan ini dengan bekerja sama membangun desa dan bangsa," ujarnya.

Peringatan HUT RI ke-80 ini menegaskan bahwa semangat kemerdekaan tak harus selalu dirayakan dengan kemeriahan semata. Kekuatan sejati dari perayaan terletak pada makna dan refleksi. Acara ini menjadi bukti nyata bahwa tradisi dapat menjadi jembatan yang kuat untuk menumbuhkan persaudaraan, optimisme, dan semangat gotong royong demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Warga Dusun Gabus Antusias Ikuti Lomba HUT RI ke-80 yang Digelar Kartar Bina Remaja.

 

Lamongan, 16 Agustus 2025. Imparsial News – Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Karang Taruna (Kartar) Bina Remaja Dusun Gabus, Desa Wonokromo, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, menggelar berbagai lomba yang diikuti anak-anak, pemuda, dan masyarakat setempat. Kegiatan ini digelar untuk mengenang jasa para pahlawan sekaligus menanamkan rasa cinta tanah air kepada generasi muda.

“Kami mengadakan acara ini sebagai upaya menumbuhkan rasa cinta tanah air kepada generasi muda serta mengingat jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan bangsa,” ujar Mas Hajir, salah satu panitia penyelenggara.

Berbagai lomba berlangsung meriah dengan antusiasme tinggi dari warga Dusun Gabus. Selain menjadi ajang hiburan, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi dan pembinaan karakter anak-anak serta pemuda agar semakin mencintai tanah air.

Sebagai bentuk apresiasi, para pemenang lomba akan mendapatkan cinderamata yang akan diserahkan pada acara puncak HUT RI ke-80 di Dusun Gabus pada 27 Agustus 2025 mendatang.

Melalui kegiatan ini, semangat perjuangan para pahlawan diharapkan tetap hidup dan mampu memotivasi generasi muda untuk menjaga keutuhan serta kejayaan bangsa.

Redaksi: Makruf
Editor: Mnd

Fakta Mengejutkan di Balik Penataan Pasar Sukodono: Pedagang Liar Dilindungi, Proses Standarisasi SNI Terancam.

 

SUKODONO, 16 Agustus 2025. Imparsial News  – Ambisi peningkatan Pasar Sukodono menuju Standar Nasional Indonesia (SNI) kini berada di ujung tanduk. Tim investigasi Radar menemukan sejumlah kejanggalan dalam penataan pedagang, terutama di area depan kantor pasar yang tampak kumuh dan semrawut. Kondisi ini menjadi sorotan publik setiap pagi selama bertahun-tahun.

Ironisnya, di halaman bawah perkantoran 1 yang seharusnya steril dari aktivitas jual beli, justru muncul seorang pedagang soto ayam yang diketahui telah berjualan hampir lima tahun lamanya. Rombong soto dengan spanduk besar dan mencolok itu berdiri tepat di depan kantor pengelola pasar, menimbulkan pertanyaan besar soal ketegasan penegakan aturan.

Ketika tim Radar menelusuri lebih jauh, salah satu pedagang di dalam pasar yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa pedagang soto tersebut memiliki kedekatan dengan kepala pasar berinisial H.

“Kalau orang lain nggak boleh, tapi karena itu temannya kepala pasar, ya dibolehkan,” ujarnya.


Fenomena ini memicu kecemburuan di kalangan pedagang resmi yang telah menyewa lapak dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Mereka mengeluhkan keberadaan pedagang liar yang dianggap merusak tatanan pasar dan mengabaikan prinsip keadilan.

Korwil Pasar Sukodono berinisial B pun menjadi sorotan. Penataan yang dinilai kurang bijaksana serta pembiaran terhadap praktik-praktik semacam ini dikhawatirkan akan menggagalkan proses standarisasi pasar ke level nasional.

“Keberadaan pedagang di luar sistem, yang tidak membayar sewa atau tidak mengindahkan zonasi pasar, tidak hanya merusak estetika dan fungsionalitas, tetapi juga berpotensi memicu konflik antar pedagang. Ini ancaman nyata bagi iklim kondusif yang seharusnya dibangun menuju SNI,” tegas salah satu aktivis konsumen lokal.

Penataan pasar tradisional sejatinya menjadi prioritas pemerintah dalam menciptakan lingkungan perdagangan yang tertib, bersih, dan berstandar. Namun tanpa langkah tegas dan kejelasan status hukum bagi seluruh pedagang, terutama yang berjualan secara ilegal di depan kantor pasar, proses menuju SNI bisa terganjal bahkan gagal total.

Kini, masyarakat dan pedagang menanti langkah tegas dari Korwil B dan pihak pengelola pasar. Apakah mereka akan bertindak demi kepentingan bersama dan profesionalitas, atau justru membiarkan kepentingan pribadi mengubur ambisi besar Pasar Sukodono meraih predikat SNI?

Redaksi: Tim
Editor: Mnd

Diamnya Aparat, Dugaan Tambang Galian C Ilegal di Blega Semakin Menguat dan Picu Spekulasi Publik.

 

BANGKALAN, Imparsial News – Dugaan adanya aktivitas tambang galian C ilegal di wilayah hukum Polsek Blega menuai sorotan publik. Aparat Penegak Hukum (APH) dinilai terkesan tutup mata lantaran aktivitas tersebut diduga berlangsung tanpa adanya tindakan tegas.

Ketika dikonfirmasi oleh jurnalis Jatiminfo.id, Kanit Reskrim Polsek Blega maupun Kapolsek Blega kompak bungkam dan enggan memberikan penjelasan. Sikap diam ini semakin memunculkan spekulasi adanya “main mata” antara pihak kepolisian dengan pengelola tambang.

Menurut penuturan warga, aktivitas galian itu bukan baru-baru ini berjalan. Mereka menyebut kegiatan tambang ilegal tersebut sudah berlangsung cukup lama. Bahkan, sebagian warga menduga ada oknum kuat di balik layar yang melindungi pengelola tambang sehingga bisa berjalan mulus tanpa gangguan.

“Sudah lama, Mas. Hampir setiap hari truk keluar-masuk. Kalau tidak ada yang ‘pasang badan’, mana mungkin bisa aman-aman saja,” ungkap seorang tokoh desa setempat yang enggan disebutkan namanya.

Sejumlah warga sekitar juga menyebutkan, aktivitas galian C tersebut tidak hanya merusak lingkungan, namun juga menimbulkan keresahan akibat lalu-lalang truk pengangkut tanah di jalan desa.

“Kalau memang ilegal, harusnya segera ditindak. Tapi kalau dibiarkan, masyarakat jadi bertanya-tanya ada apa sebenarnya,” ujar salah satu warga lainnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak kepolisian terkait dugaan praktik tambang ilegal tersebut. Publik pun menanti langkah tegas APH dalam menindak aktivitas yang berpotensi merugikan negara sekaligus merusak lingkungan.

Masyarakat berharap aparat segera menunjukkan keberpihakan pada hukum dan kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan oknum yang merusak alam demi keuntungan pribadi.

Redaksi: Mzl
Editor: Mnd

Respons Lamban DPRD Tuban, GMBI Jatim Desak Segera Fasilitasi Forum Hearing.

 


TUBAN, 16 Agustus 2025. Imparsial News – Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Wilayah Teritorial (Wilter) Jawa Timur kembali melayangkan surat kedua kepada DPRD Kabupaten Tuban. Langkah ini ditempuh sebagai bentuk kekecewaan atas belum adanya respons dari lembaga legislatif terhadap permintaan forum hearing yang diajukan hampir 50 hari kerja lalu.

“Kami telah mengirim surat kedua karena sampai hari ini belum ada respons dari DPRD Tuban. Ini bukan hanya keterlambatan, tetapi sudah bisa dikategorikan sebagai bentuk kelalaian dan pengabaian terhadap aspirasi masyarakat,” tegas Yusuf, Kepala Kesekretariatan LSM GMBI Wilter Jatim, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (16/8/2025).

Yusuf menambahkan, dalam perspektif pelayanan publik, sikap tidak responsif DPRD Tuban berpotensi menjadi bentuk maladministrasi, yakni tindakan yang bertentangan dengan prinsip hukum dan etika tata kelola administrasi publik.

Senada dengan Yusuf, Ketua GMBI Wilter Jatim, Sugeng SP, menekankan pentingnya peran DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan secara aktif dan terbuka.
“DPRD itu memiliki fungsi kontrol dan pengawasan. Kami sebagai elemen masyarakat juga punya hak untuk ikut serta dalam proses pengawasan. Maka, pihak-pihak terkait, termasuk para pengusaha provider menara, harus dihadirkan dalam forum hearing agar semua jelas dan transparan,” ujarnya.

Sugeng juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Bupati Tuban Nomor 59 Tahun 2018, yang menurutnya sering diabaikan oleh pengusaha menara telekomunikasi.

Dalam hearing pertama yang digelar pada 13 Juni 2025 bersama Komisi I DPRD Tuban, yang turut dihadiri perwakilan Dinas Kominfo, Dinas Pekerjaan Umum, dan Satpol PP, pihak eksekutif secara terbuka mengakui masih banyak pelanggaran regulasi oleh penyedia jasa menara. Namun ironisnya, mereka menyatakan sering merasa “tidak berdaya” menghadapi praktik tersebut.

GMBI menilai pernyataan itu menunjukkan lemahnya penegakan regulasi.
“Pemerintah daerah memiliki kewenangan dan dasar hukum yang jelas untuk menindak pelanggaran. Tidak seharusnya muncul kesan tidak berdaya menghadapi pengusaha menara yang melanggar aturan. Di sinilah pentingnya sinergi antara eksekutif, legislatif, dan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas,” pungkas Sugeng.

Dengan surat kedua ini, GMBI berharap DPRD Tuban segera mengambil langkah konkret untuk memfasilitasi forum hearing yang inklusif, transparan, dan berorientasi pada penyelesaian persoalan masyarakat.

Redasi: H. Sodiq
Editor: Mnd

Pengadaan Chromebook Bermasalah, Kejari Malang Panggil Kadiknas dan 8 Kepala Sekolah.

 

Malang, Imparsial News – Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook oleh Kemendikbudristek terus bergulir. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang memeriksa sembilan saksi dari lingkungan pendidikan sebagai tindak lanjut arahan Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus yang menyeret pejabat pusat ini diperkirakan menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun.

Kejagung menyebut kerugian tersebut berasal dari selisih harga pengadaan software manajemen perangkat (CDM) senilai Rp480 miliar serta dugaan markup laptop di luar CDM sekitar Rp1,5 triliun. Total anggaran pengadaan mencapai Rp9,3 triliun untuk 1,2 juta unit Chromebook. Perangkat itu diwajibkan menggunakan Chrome OS, sistem operasi yang dinilai tidak optimal bagi lingkungan pembelajaran di banyak wilayah Indonesia.

Empat pejabat di tingkat kementerian telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Mereka adalah Sri Wahyuningsih (Direktur Sekolah Dasar, 2020–2021), Mulyatsyah (Direktur SMP, 2020), Ibrahim Arief (Konsultan Infrastruktur Teknologi), dan Jurist Tan (mantan Staf Khusus Mendikbudristek).

Menurut Kasi Intel Kejari Kota Malang, Agung Tri Radityo, pemeriksaan saksi dilakukan sejak Senin (11/8/2025). “Mulai Senin, kami dari Kejari Kota Malang telah melakukan pemeriksaan terhadap sembilan saksi. Ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Kejagung,” ujarnya, Jumat (15/8/2025).

Sembilan saksi yang diperiksa terdiri atas Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, tiga kepala sekolah SMA, serta lima kepala sekolah SD. Pemeriksaan berfokus pada waktu penerimaan laptop, peruntukan penggunaan, serta kondisi perangkat apakah masih berfungsi.

Agung menegaskan para saksi hanya menerima bantuan dan tidak terlibat dalam mekanisme pencairan maupun pelaksanaan program, karena hal itu dikendalikan langsung oleh kementerian pusat. “Mereka hanya menerima bantuan, karena pencairan dan pelaksanaannya dikendalikan oleh kementerian pusat,” tambahnya.

Meski demikian, Kejari tidak melakukan penyitaan terhadap perangkat Chromebook di sekolah. Hal itu dilakukan agar laptop tetap bisa digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dan tidak mengganggu proses pendidikan.

Sebagai informasi, hingga kini Kejagung telah memeriksa lebih dari 40 saksi dan menyita berbagai dokumen serta barang elektronik dari staf pusat yang terkait dengan kasus ini. Pengusutan terus berlanjut menyusul indikasi adanya permainan izin serta keuntungan tidak wajar dalam pengadaan Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan nasional.

Redaksi: Samsudin
Editor: Mnd