Imparsialnews.site
Lamongan –5/11/2025 Seorang oknum Kepala Desa Boto Putih, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tengah menjadi sorotan warga. Ia diduga melakukan mark-up atau penggelembungan anggaran dalam proyek pembuatan sumur bor yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun anggaran berjalan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa nilai anggaran dalam laporan pertanggungjawaban proyek tersebut tidak sesuai dengan harga pasar. Warga menilai adanya kejanggalan, karena biaya yang tercantum dalam dokumen anggaran jauh lebih tinggi dibandingkan harga riil pengerjaan proyek di lapangan.
Salah satu warga Desa Boto Putih, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa proyek sumur bor tersebut awalnya diharapkan menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Namun, dugaan penyimpangan mulai muncul ketika warga membandingkan harga bahan dan jasa dengan laporan penggunaan dana desa yang dilaporkan oleh pemerintah desa.
> “Kami merasa kecewa. Anggaran yang besar itu seharusnya bisa menghasilkan fasilitas yang lebih baik. Tapi setelah dicek, biayanya jauh dari wajar,” ujarnya.
Warga berharap agar pihak berwenang, termasuk Inspektorat Kabupaten Lamongan dan aparat penegak hukum, segera melakukan pemeriksaan terhadap proyek tersebut untuk memastikan apakah benar telah terjadi mark-up anggaran yang merugikan keuangan negara.
Analisis Hukum dan Pasal yang Dapat Dikenakan
Apabila dugaan tersebut terbukti benar berdasarkan hasil audit dan penyidikan, maka tindakan oknum Kepala Desa Boto Putih dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam:
1. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
> “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
2. Pasal 3 UU Tipikor:
> “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Selain itu, oknum Kepala Desa yang terbukti melakukan pelanggaran juga dapat dikenai sanksi administratif sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, yang memungkinkan pemberhentian sementara atau tetap jika terlibat kasus pidana yang merugikan keuangan negara.
Warga berharap agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum turun tangan melakukan investigasi serta audit penggunaan Dana Desa secara menyeluruh. Transparansi dan akuntabilitas dana publik di tingkat desa dianggap penting agar pembangunan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.
(Red/team)

No comments:
Post a Comment